Topeng Ireng atau yang dikenal dengan sebutan Dayakan merupakan kesenian tradisional yang berkembang di daerah Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Topeng Ireng atau Dayakan adalah bentuk tarian rakyat kreasi baru yang merupakan hasil metamorfosis dari kesenian Kubro Siswo. Topeng Ireng atau Dayakan hampir mirip dangan suku indian di amerika atau suku dayak di kalimantan.
Nama Topeng Ireng sendiri berasal dari kata Toto Lempeng Irama Kenceng. Toto artinya menata, lempeng berarti lurus, irama berarti nada, dan kenceng berarti keras. Oleh karena itu, dalam pertunjukan Topeng Ireng para penarinya berbaris lurus dan diiringi musik berirama keras dan penuh semangat.
Berdasarkan cerita yang beredar di masyarakat, meskipun baru dikembangkan secara besar-besaran pada era 1980-an, kesenian Topeng Ireng sudah berkembang sejak zaman penjajahan Belanda. Tahun 1960-an pun sebenarnya sudah ada kelompok Topeng Ireng, tapi memang belum berkembang.
Kemunculannya pada saat zaman Kolonialisme Belanda merupakan reaksi masyarakat atas pelarangan untuk pelatihan silat di kalangan penduduk. Karena dilarang berlatih silat, masyarakat mengembangkan gerakan silat sebagai tarian.
Berdasarkan cerita yang beredar di masyarakat, meskipun baru dikembangkan secara besar-besaran pada era 1980-an, kesenian Topeng Ireng sudah berkembang sejak zaman penjajahan Belanda. Tahun 1960-an pun sebenarnya sudah ada kelompok Topeng Ireng, tapi memang belum berkembang.
Kemunculannya pada saat zaman Kolonialisme Belanda merupakan reaksi masyarakat atas pelarangan untuk pelatihan silat di kalangan penduduk. Karena dilarang berlatih silat, masyarakat mengembangkan gerakan silat sebagai tarian.
Sejarah Topeng Ireng / Dayakan
Berdasarkan cerita yang beredar di masyarakat, kesenian Topeng Ireng mulai berkembang di tengah masyarakat lereng Merapi Merbabu sejak zaman penjajahan Belanda dan dilanjutkan perkembangannya tahun 1960-an. Pada saat zaman Pemerintahan Belanda, pemerintah jajahan pada masa lalu melarang masyarakat berlatih silat sehingga warga mengembangkan berbagai gerakan silat itu menjadi tarian rakyat. Tarian itu diiringi dengan musik gamelan dan tembang Jawa yang intinya menyangkut berbagai nasihat tentang kebaikan hidup dan penyebaran agama Islam. Setelah itu perkembangan Seni Pertunjukan Topeng Ireng berkembang apabila umat Islam membangun masjid atau mushola, sebelum mustaka (kubah) dipasang maka mustaka tersebut akan diarak keliling desa. Kirab tersebut akan diikuti seluruh masyarakat disekitar masjid dengan tarian yang diiringi rebana dan syair puji-pujian. Dalam perjalanannya kesenian tersebut berkembang menjadi kesenian Topeng Ireng.Berdasarkan cerita yang beredar di masyarakat, meskipun baru
dikembangkan secara besar-besaran pada era 1980-an, kesenian Topeng
Ireng sudah berkembang sejak zaman penjajahan Belanda. Tahun 1960-an pun
sebenarnya sudah ada kelompok Topeng Ireng, tapi memang belum
berkembang.Kemunculannya pada saat zaman Kolonialisme Belanda merupakan reaksi
masyarakat atas pelarangan untuk pelatihan silat di kalangan penduduk.
Karena dilarang berlatih silat, masyarakat mengembangkan gerakan silat
sebagai tarian.
Daya Tarik Topeng Ireng / Dayakan
Daya tarik utama yang dimiliki oleh kesenian Topeng Ireng tentu saja terletak pada kostum para penarinya. Hiasan bulu warna-warni serupa mahkota kepala suku Indian menghiasi kepala setiap penari. Senada dengan mahkota bulunya, riasan wajah para penari dan pakaian para penari juga seperti suku Indian. Berumbai-rumbai dan penuh dengan warna-warna ceria. Sedangkan kostum bagian bawah seperti pakaian suku Dayak, rok berumbai-rumbai. Untuk alas kaki biasanya mengenakan sepatu gladiator atau sepatu boot dengan gelang kelintingan yang hampir 200 buah setiap pemainnya dan menimbulkan suara riuh gemerincing di tiap gerakannya.
Setiap pertunjukan Topeng Ireng akan riuh rendah diiringi berbagai bunyi-bunyian dan suara. Mulai dari suara hentakan kaki yang menimbulkan bunyi gemerincing berkepanjangan, suara teriakan para penari, suara musik yang mengiringi, hingga suara penyanyi dan para penonton. Musik yang biasa digunakan untuk mengiringi pertunjukan Topeng Ireng adalah alat musik sederhana seperti gamelan, kendang, terbang, bende, seruling, dan rebana. Alunan musik ritmis yang tercipta akan menyatu dengan gerak dan teriakan para penari sehingga pertunjukan Topeng Ireng terlihat atraktif, penuh dengan kedinamisan dan religiusitas. Biasanya penarinya terdiri dari 10 orang atau lebih dan membentuk formasi persegi atau melingkar dengan gerak tari tubuh yang tidak terlalu kompleks. Para penari juga terlihat sangat ekspresif dalam membawakan tariannya.
Dua Bagian Tarian
Pertunjukan Topeng Ireng terbagi menjadi dua jenis tarian. Yang pertama adalah Rodat yang berarti dua kalimat syahadat. Tarian ini ditampilkan dengan gerakan pencak silat sederhana serta diiringi lagu-lagu syiar Islami.Jenis tarian satunya adalah Monolan yang melibatkan penari dengan kostum hewan. Tarian ini melibatkan unsur mistik serta gerak pencak silat tingkat tinggi. Durasi pertunjukan Topeng Ireng sangat fleksibel, tidak ada peraturan khusus mengenai lamanya tarian. Penampilan para penari bisa dibuat 15 menit, 10 menit, bahkan 5 menit saja.
Sebagai seni pertunjukan rakyat, pertunjukan Topeng Ireng biasanya
dilaksanakan ketika sedang ada acara tertentu semisal upacara bersih
desa, kirab budaya, festival rakyat, maupun acara-acara seni tradisi dan
budaya lainnya.Tempat dilangsungkannya pertunjukan ini tidak menentu. Namun, daerah
yang paling banyak menampilkan pertunjukan Topeng Ireng adalah desa-desa
yang terletak di lereng Merapi Merbabu, Jawa Tengah. Sekarang ini,
selain di wilayah Magelang, Topeng Ireng dan Dayakan telah berkembang
di Kebumen dan Boyolali,Jawa Tengah.
Sumber : https://visitmagelang.id/tahukah-kamu-apa-itu-topeng-ireng-dayakan.html